Lupus eritematosus sistemik (LES) atau yang lebih sering dikenal sebagai lupus merupakan suatu penyakit autoimun dimana sistem kekebalan di dalam tubuh menjadi berlebih dan menyerang diri sendiri. Lupus dapat muncul dengan berbagai gejala, salah satunya adalah mengenai sistem saraf dan kardiovaskuler. Penyakit ini membutuhkan pengobatan jangka panjang yang dapat memperberat beban hidup penderita dan juga berdampak pada kualitas hidup penderita lupus.
Penyandang lupus memiliki risiko untuk mengalami “lupus fog”, yaitu sebuah gangguan kognisi dimana pasien mengalami gangguan-gangguan kognisi seperti gangguan memori, gangguan mengingat kata-kata, dan gangguan atensi atau perhatian. Deteksi dini “lupus fog” menjadi penting pada penyandang lupus dan kontrol rutin ke dokter untuk mengendalikan penyakit lupus adalah salah satu cara mengatasi “lupus fog”. Hal ini disampaikan oleh Dr. Paulus Anam Ong, dr., SpS(K) pada kegiatan Seminar Awam “Mengenal Lupus Fog“. Seminar awam ini diadakan pada hari Minggu, 18 November 2018 di Ruang Auditorium Gedung Fresia Lantai 5 Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung. Kegiatan yang diselenggarakan atas kerjasama Pusat Studi (Pusdi) Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran ini menghadirkan Dr. Paulus Anam Ong, dr., SpS(K) sebagai narasumber untuk materi “Apakah Menyandang Lupus Membuat Saya Mudah Lupa?”, Syarief Hidayat, dr., SpPD, SpJP sebagai narasumber untuk materi “Apakah Menyandang Lupus Membuat Saya Berisiko Sakit Jantung?”, dan Ekasakti Octohariyanto, dr., MPdKed sebagai narasumber untuk materi “Kiat Hidup Dengan Lupus”. Bertindak sebagai moderator pada acara ini adalah Dr. Sumartini Dewi, dr., SpPD-KR, M.Kes dan Laniyati Hamijoyo, dr., SpPD-KR, M.Kes.
Selain risiko gangguan kognisi, risiko gangguan jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskular juga tidak kalah penting untuk diperhatikan pada penderita lupus. dr. Syarief menyampaikan bahwa penderita lupus berisiko mengalami serangan jantung yang disebabkan oleh kegagalan jantung, sehingga deteksi dini kelainan jantung seperti pemeriksaan elektrokardiografi dan echocardiography menjadi penting untuk dilakukan penyandang lupus. Setelah dijelaskan mengenai risiko gangguan kognisi dan risiko gangguan jantung pada penderita lupus, dr. Ekasakti menyampaikan sembilan kiat yang dapat dilakukan penderita lupus agar dapat menjalani hidup dengan maksimal. Kiat-kiat tersebut adalah dengan mengurangi stres, olahraga yang cukup, diet sehat, istirahat yang cukup, batasi paparan matahari, mengonsumsi obat yang sesuai, tidak merokok dan mengonsumsi alkohol, dukungan dari orang-orang di sekitar, dan konsultasi ke dokter.
Seminar awam ini dihadiri oleh 75 peserta yang terdiri dari penyandang lupus dan pendampingnya. Seminar ini juga dihadiri oleh praktisi kesehatan dan mahasiswa yang peduli penyakit lupus. Sesi pemberian materi mengundang antusias yang cukup besar dari peserta, terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan pada sesi tanya jawab dan diskusi. Pada akhir acara seminar ini, dilakukan foto dan makan siang bersama antara peserta dan pemberi materi yang menghangatkan suasana dan mempererat tali silaturahmi diantara keduanya. (Dinu/Lani)